Saturday, April 28, 2007

INTENSITAS AROMA “PRENGUS” DAN DETEKSI ASAM LEMAK PADA SUSU KAMBING

INTENSITAS AROMA “PRENGUS” DAN DETEKSI ASAM LEMAK PADA SUSU KAMBING

(The intesity of “goaty” aroma and detection of fatty acids in goat’s milk)


Anang M. Legowo1, A. N. Al-Baarri1, M. Adnan2 dan U. Santosa2

1Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro, Semarang
2Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta



ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi asam-asam lemak dan intensitas aroma dan rasa “prengus” dari susu kambing. Penelitian ini menggunakan susu sapi sebagai pembanding. Susu kambing dan susu sapi dianalisis intensitas aroma dan flavor “prengus” dengan uji organoleptik berdasarkan skoring (1 s/d 5), yaitu 1 = tidak “prengus” dan 5 = sangat “prengus”. Kandungan asam-asam lemaknya diuji dengan instrumen gas chromatography (GC) dan GC-MS (gas chromatography-mass spectrophotometry), yang selanjutnya diuji taraf perbedaannya dengan uji t-test dengan taraf signifikansi 5%. Uji organoleptik dilakukan dengan melibatkan 25 panelis agak terlatih. Skor uji organoleptik untuk aroma “prengus” susu kambing yaitu 3,96 (cukup “prengus” – “prengus”). Skor tersebut jauh lebih tinggi dibandingkan skor aroma susu sapi (yaitu 1,12, tidak “prengus” – sedikit “prengus”). Skor rasa “prengus” pada susu kambing juga mendekati skor maksimal (4,36 yaitu cukup “prengus” – sangat “prengus”). Skor ini jauh lebih besar jika dibandingkan dengan skor rasa “prengus” susu sapi (yaitu 1,12, tidak “prengus” – sedikit “prengus”). Asam lemak kaprilat, laurat, kaproat dan kaprat di dalam susu kambing lebih tinggi kandungannya dibandingkan dalam susu sapi, yaitu masing-masing mencapai 50, 10, 2 dan 1,5 kali lipatnya. Kesimpulan penelitian ini yaitu aroma dan flavor “prengus” sangat melekat pada susu kambing. Asam lemak jenis kaprilat dan laurat merupakan asam lemak yang paling tinggi kandungannya di dalam susu kambing dan diduga mempunyai kontribusi bermakna terhadap aroma dan rasa “prengus” susu kambing.

Kata kunci: susu kambing, aroma dan rasa “prengus”, asam lemak








ABSTRACT

This research was conducted to identify the fatty acids and the intensity of goaty aroma from goat’s milk. Cow’s milk was used as a control. Goat’s milk and cow’s milk were analyzed the content of fatty acids and were measured by GC (gas chromatography) and GC-MS (gas chromatography-mass spectrophotometry). The intensity of goaty aroma was determined by sensory analysis using scores from 1 to 5, whereas 1 = none goaty aroma, and 5 = very goaty aroma. Sensory’s test score for goaty aroma of goat’s milk and cow’s milk, i.e. 3.96 and 1,12, respectivelly. The score of goaty’s milk was higher than score of cow’s milk (P<0.05). The taste of goaty’s milk compared with cow’s milk were significantly different i.e. 4.36 and 1.12, respectivelly. The fatty acids of caprilic, lauric, caproic and capric in goat’s milk were higher than that of in the cow’s milk, which was more than 50, 10, 2 and 1.5 times, respectively. Conclusion of this study was goaty aroma and goaty taste was very related to goats’s milk and it was suggested that the fatty acids of caprilic and lauric contributed to the goaty aroma and taste of goat’s milk.

Key words: goat’s milk, goaty aroma and taste, fatty acids



PENDAHULUAN

Susu kambing dikenal bergizi tinggi dan mempunyai nilai ekonomi baik. Salah satu masalah pemanfaatan susu kambing adalah adanya aroma “prengus” ( “goaty flavor”) pada susu tersebut yang tidak disukai konsumen. Aroma ataupun rasa merupakan faktor penting dalam menentukan kualitas dan penerimaan bahan pangan (Arn dan Acree, 1998; Apriyantono dan Kumara, 2004; Drake, 2004; Potieni dan Peterson, 2005). Pada umumnya aroma dan rasa bahan pangan ditimbulkan oleh kelompok senyawa tertentu atau gabungan dari berbagai senyawa. Aroma dan rasa susu diduga berasal dari komponen lemak dan berbagai senyawa yang lain (Hansen dan Heinis, 1992; Potieni dan Peterson, 2005). Hingga sekarang belum ditemukan laporan penelitian yang mengungkapkan tentang aroma dan rasa “prengus” dari susu kambing.
Susu kambing dilaporkan mengandung asam-asam lemak rantai pendek lebih banyak dibandingkan susu sapi, dan komponen tersebut diduga memberi kontribusi terhadap aroma dan rasa yang spesifik susu kambing (Suparno, 1992; Fontecha et al. 1998; Harding, 1999). Penelitian tentang kandungan asam-asam lemak, khususnya asam lemak rantai pendek (C4-C8) dan sedang (C10-C14), perlu dilakukan untuk mengungkapkan keterkaitannya dengan aroma dan rasa “prengus” susu kambing secara kuantitatif.
Tujuan penelitian ini untuk mengidentifikasi kuantitas senyawa–senyawa yang khas, utamanya asam lemak rantai pendek dan sedang, dalam susu kambing yang bertanggung jawab pada dihasilkannya aroma dan rasa “prengus” dengan diuji dengan uji organoleptik serta dengan menggunakan alat kromatografi gas (GC), dan kromatografi gas-mass spectrophotometry (GC-MS). Hasil analisis kromatografi dibandingkan (antara susu sapi dan susu kambing) dan dikonfirmasikan dengan pengujian oleh panelis agak terlatih.


MATERI DAN METODE

Materi Penelitian
Bahan yang digunakan untuk penelitian adalah susu kambing yang diperoleh dari sentra kambing peranakan etawa di desa Kemirikebo Kabupaten Sleman, Yogyakarta. Materi uji organoleptik berupa kuisioner dan wadah sampel susu untuk melakukan tes. Bahan untuk uji kromatografi yaitu, NH4OH, BF3, ethanol, etil ether, indikator PP, heksana, standar beberapa asam lemak. Alat yang digunakan untuk analisis asam lemak yaitu 1 unit perangkat kromatografi gas dan 1 unit perangkat kromatografi gas yang dilengkapi dengan mass spectrophotometry.

Metode Penelitian
Metode Uji Organoleptik untuk Aroma dan Flavor “Prengus”
Uji organoleptik pada susu kambing segar dimaksudkan untuk mengetahui intensitas aroma dan rasa “prengus” pada susu. Uji Organoleptik aroma dan rasa “prengus” susu kambing segar dilakukan oleh 25 orang panelis agak terlatih dengan metoda skoring (Kartika et al., 1988). Pengujian intensitas “prengus” ini dilakukan dengan terlebih dahulu dilakukan pasteurisasi pada 730C selama 1 menit. Skor untuk aroma “prengus” dan rasa “prengus” meliputi: 1 = tidak “prengus”, 2 = sedikit “prengus”, 3 = cukup “prengus”, 4 = “prengus”, dan 5 = sangat “prengus”.

Metode Analisis Asam Lemak Susu

Metode preparasi untuk identifikasi asam lemak menurut AOAC (1990). Asam lemak yang digunakan sebagai referensi adalah asam-asam lemak yang utama / dominan di dalam susu (Campbell dan Marsahll yang dikutip Harding, 1999). Asam lemak tersebut terdiri: Kaproat (C4:0), Kaprat (C10:0), Laurat (C12:0), Kaprilat (C14:0).



HASIL DAN PEMBAHASAN


Uji Organoleptik terhadap Aroma dan Rasa “Prengus”

Uji organoleptik terhadap aroma dan rasa “prengus” susu kambing dan susu sapi segar dilakukan oleh 25 orang panelis agak terlatih. Skor hasil uji aroma dan rasa “prengus” dan kriterianya disajikan pada Tabel 1 dan Tabel 2. Pengujian organoleptik flavor “prengus” dilakukan setelah susu dipasteurisasi pada suhu 730C selama 1 menit. Tujuan pengujian ini adalah untuk menilai kesan aroma dan rasa “prengus” susu pada saat dikonsumsi, karena flavor menggambarkan kesan gabungan rasa dan aroma.
Pada Tabel 1 tampak bahwa susu kambing penuh menunjukkan skor intesitas aroma “prengus” yang cukup besar, yaitu 3,96 (cukup “prengus” – “prengus”). Skor aroma “prengus” pada susu sapi dinilai sangat rendah, yaitu 1,16 (tidak “prengus” – sedikit “prengus”). Hasil perhitungan uji organoleptik ini menunjukkan bahwa aroma “prengus” pada kenyataannya melekat pada susu kambing.
Skor uji flavor “prengus” susu kambing dan susu sapi mempunyai pola yang mirip dengan skor uji aroma “prengus” (Tabel 2). Pada susu kambing terdeteksi flavor yang mencapai titik tertinggi intensitas “prengus”nya, yaitu mencapai skor 4,36 (“prengus” – sangat “prengus”). Skor flavor “prengus” pada susu kambing ini, jauh lebih besar jika dibandingkan dengan flavor yang ada pada susu sapi yaitu 1,12 (tidak “prengus” – sedikit “prengus”).
Tabel 1. Skor Uji Organoleptik Aroma “Prengus” Susu Kambing dan Susu Sapi
Jenis Susu Rerata
Skor Aroma Kriteria Skor
Susu Kambing

Susu Sapi 3,96a

1,16b
Cukup “prengus” – “Prengus”

Tidak “prengus” – Sedikit “prengus”

abSuperskrip huruf berbeda menunjukkan perbedaan nyata (P<0,05).

Untuk mengungkapkan kontribusi jenis lemak terhadap munculnya aroma “prengus”, maka selanjutnya dilakukan penelitian identifikasi asam-asam lemak didalam susu kambing dan susu sapi.
Tabel 2. Skor Uji Organoleptik Flavor “Prengus” Susu Kambing dan Susu Sapi
Jenis Susu Rerata
Skor Flavor Kriteria Skor
Susu Kambing

Susu Sapi 4,36a

1,12b
“Prengus” – Sangat “prengus”

Tidak “prengus” – Sedikit “prengus”

abSuperskrip huruf berbeda menunjukkan perbedaan nyata (P<0,05).

Deteksi Asam Lemak
Hasil analisis asam-asam lemak rantai pendek dan rantai sedang pada susu kambing dan susu sapi disajikan pada Tabel 3. Analisis diulang sebanyak 3 kali dan data yang disajikan merupakan hasil rata-rata ketiga ulangan tersebut.
Tabel 3. Kandungan Beberapa Asam Lemak pada Susu Kambing dan Susu Sapi (Whole Milk), n=3.
Macam Asam Lemak Susu Sapi
(mg/100g) Susu Kambing
(mg/100g)
Kaproat (C6) 63,44a 210,18b
Kaprilat (C8) 2,23a 119,90b
Kaprat (C10) 73,40a 102,53b
Laurat (C12) 130,44a 1648,51b
abSuperskrip pada baris yang sama, menunjukkan adanya perbedaan yang nyata (P<0,05)
Asam kaproat ditemukan sebesar 63,44 dan 210,18 mg per 100 gram susu, masing-masing untuk susu sapi dan susu kambing (Tabel 3). Hasil ini setara dengan 0,06 % dan 0,21 % dalam susu, jika dihitung dalam persentase total lemak susu, sebanyak 1,89 % dan 3,43 %, masing-masing untuk susu sapi dan susu kambing.
Beberapa literatur menyebutkan bahwa asam kaproat terdapat di dalam susu sapi, terdeteksi sebesar 1,85 % (Forrs, 1978). Angka ini menunjukkan hasil yang tidak jauh berbeda dengan besarnya kadar asam kaproat pada penelitian. Pada penelitian lain, susu sapi terdeteksi adanya asam kaproat sebesar 2,25 %, dan ketika diolah menjadi keju, asam kaproat terdeteksi sebanyak 2,20 % (Nelson dan Barbano, 2005). Menurut Pierse et al. (1988), hasil deteksi asam lemak didalam susu akan berbeda-beda tergantung pada intake pakan, laju metabolisme trigliserida dalam kelenjar susu serta metode yang dipakai dalam penelitian.
Jumlah asam kaproat pada susu kambing lebih tinggi lebih dari 3 kali lipat dari jumlah yang ada pada susu sapi. Oleh karena itu, walaupun diduga sebagai pembawa aroma “prengus”, namun pengaruhnya tidak banyak. Sedangkan jumlah asam lemak kaprilat dalam susu sapi sebanyak 2,23 mg/100 g susu dan jumlah dalam susu kambing sebanyak 119,90 mg/100 g susu. Angka ini setara dengan 0,07 % dan 1,96 % dari total lemak susu, masing-masing untuk susu sapi dan susu kambing.
Jansen et al. (1967) yang dikutip Suparno (1992) melaporkan bahwa asam kaprilat pada susu sapi sebesar 1,06 % dari total lemak susu. Kadar asam lemak tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan kadar asam lemak kaprilat dalam penelitian ini.
Kandungan asam kaprilat dalam susu kambing mencapai lebih dari 50 kali jumlah asam kaprilat pada susu sapi. Belum ada literatur yang membahas secara rinci adanya selisih perbedaan yang besar ini. Oleh karena itu, senyawa inilah yang salah satunya diduga membawa aroma “prengus” pada susu kambing.
Metabolisme spesifik pada biosintesis trigliserida beserta hidrolisisnya dalam kelenjar susu, juga akan berpengaruh pada banyak tidaknya jumlah asam lemak susu. Selain itu, jumlah asam lemak akan dipengaruhi oleh macam pakan. Hijauan merupakan sumber pakan utama untuk pembentukan trigliserida, tetapi pada manusia, jumlah hijauan tidak berpengaruh pada jumlah trigliserida susu (Pierse et al., 1988).
Asam kaprat dalam susu sapi dan susu kambing, masing-masing sebesar 73,40 dan 102,35 mg per 100 gram susu. Jika kemudian angka yang diperoleh ini dikonversi ke dalam persentase total lemak susu, menghasilkan angka 2,19 % dan 1,68 %. Hasil penelitian ini jika dibandingkan dengan beberapa literatur yang ada, hasilnya tidak begitu berbeda. Penelitian produk segar dari susu sapi, ditemukan asam kaprat sebanyak 2,85 % dalam lemak susu (Forrs, 1978). Penelitian Pierse et al. (1988) menghasilkan asam kaprat sebesar 1,08 % dalam susu.. Dari beberapa penelitian tersebut, dapat disimpulkan, bahwa masing-masing peneliti, dapat menghasilkan angka cenderung berbeda. Perbedaan ini timbul sebagai akibat adanya perbedaan pakan, perbedaan metabolisme, perbedaan metode analisis (Pierse et al., 1988).
Perbedaan jumlah asam kaprat antara susu sapi dan susu kambing, dinilai tidak terlalu berbeda dan mempunyai selisih perbedaan yang terkecil dibanding asam lemak lainnya (Grafik 1), sehingga dapat disimpulkan bahwa asam kaprat merupakan asam lemak yang mempunyai pengaruh namun kecil terhadap munculnya aroma “prengus” .
Asam laurat pada susu sapi dan kambing dalam penelitian ini terdeteksi sebesar 130,44 dan 1648,51 mg per 100 gram susu. Angka ini setara dengan 3,89 % dan 26,94 % masing-masing untuk susu sapi dan susu kambing.
Pada produk keju berbahan susu sapi tanpa pengurangan lemak, terdapat kandungan asam laurat sebesar 3,13 % namun akan terdeteksi sebesar 3,02 % jika lemak yang ada dalam susu sapi mengalami proses reduksi (Nelson dan Berbano, 2005). Dalam susu segar, terdapat 4,87 % asam laurat dalam susu (Pierse et al., 1988). Dengan demikian, ada kepastian bahwa dalam susu maupun produk olahan susu, terdapat asam lemak jenis ini walaupun dengan nominal yang berbeda-beda. Perbedaan ini dapat terjadi sebagai akibat perbedaan pakan, metabolisme lemak dalam kelenjar susu, dan metode penelitian (Pierse et al., 1988).
Dalam beberapa literatur lainnya, kadar asam lemak ini mencapai 2,22 % pada susu sapi (Lampert, 1975). Dan pada produk susu sapi (seperti keju) kadar asam laurat mencapai 1,16% - 1,30% (Nelson dan Barbano, 2005). Jumlah asam laurat khususnya pada susu kambing, belum diketahui secara pasti.
Jika dilihat dari jumlah asam lemak, asam lemak laurat merupakan asam lemak dengan jumlah yang paling tinggi, namun jika dilihat dari kelipatannya, asam kaprilatlah yang merupakan asam lemak dengan kelipatan tertinggi antara susu sapi dan susu kambing (Grafik 2). Oleh karena itu, asam kaprilat dan asam laurat merupakan dua komponen utama dalam pengaruhnya terhadap munculnya aroma “prengus”.



Grafik 1. Diagram batang komposisi asam lemak susu kambing dan susu sapi



Grafik 2. Kelipatan beberapa asam lemak pada susu kambing dari susu sapi






KESIMPULAN

Aroma dan rasa “prengus” sangat melekat pada susu kambing dan aroma serta rasa ini tidak ditemukan pada susu sapi. Hal in terbukti dengan skor uji organoleptik pada susu kambing terhadap aroma dan rasa “prengus” merupakan skor yang mendekati skor tertinggi (yaitu sangat “prengus”). Asam lemak kaprilat dan asam lemak laurat merupakan dua asam lemak yang mempunyai tingkat perbedaan yang tertinggi secara berurutan, sehinggi diduga kedua asam lemak inilah yang mempunyai kontribusi bermakna terhadap munculnya aroma dan rasa “prengus” pada susu kambing.


UCAPAN TERIMA KASIH

Penelitian ini dibiayai oleh Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan Nasional, melalui Proyek Hibah Pekerti Tahap III tahun 2005. Untuk itu tim peneliti mengucapkan terimakasih.

DAFTAR PUSTAKA
AOAC (Association of Official Analytical Chemist). 1990. Official Methods of Analysis. AOAC Arlington.
Apriyantono, A. dan B. Kumara. 2004. Identifikasi character impact odorant s buah kawista (Feronia lemonia). J. Teknologi & Industri Pangan, 15, 1: 35-46.
Arn, H. dan T.E. Acree. 1998. Flavornet: a database of aroma compounds base on odor potency in natural products. Dalam Food Flavors: Formation, Analysis and Packaging Influences, E.T. Contis, C.-T. Ho, C.J. Mussinan, T.H. Parliament, F. Shahidi, dan A.M. Spanier (Eds.). Elseiver, Tokyo.
Drake, MA. 2004. Defining dairy flavors. J. Dairy Sci., 87: 777-784.
Fontecha, J., Diaz, V., Fraga, M.J. 1998. Triglyceride analysis by gas chromatography ini assesment of authenticity of goat milk fat. Journal of the American Oil Chemists’ Society.
Forss. A. D. 1978. Mechanism of Formation of Aroma Compounds in Milk and Milk Products.
Harding, F. 1999. Milk from sheep and goats. Dalam: Milk Quality, F. Harding (Ed.), A Chapman & Hall Food Science Book, Aspen Publishers, Maryland.
Hansen, A. P., dan J. J. Heinis. 1992. Benzaldehyde, Citral, and d-Limonene flavor perception in the presence of casein and whey protein. J. Dairy Sci. 72 : 1211 - 1215
Kartika, B., P. Hastuti dan W. Supartono. 1988. Pedoman Pengujian Inderawi Bahan Pangan. PAU Pangan dan Gizi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Lampert, L.M. 1975. Modern Dairy Product, 3rd edition. Chemical Publishing Co. Inc., New York.
Nelson, B. K., dan D. M. Barbano. 2005. Reduced Fat Cheddar Cheese Manufactured Using a Novel Fat Removal Process. J. Dairy Sci. 87:841-853.
Pierse, P., J. Van Aerde, dan M.T. Clandinin. 1988. Nutritional Value of Human Milk. Progress in Food and Nutrition Science Journal Vol. 12:421-447.
Potieni, R. V., dan D. G. Peterson. 2005. Influence of Thermal Processing Conditions on Flavor Stability in Fluid Milk : Benzaldehyde. J. Dairy Sci. 88 : 1- 6.
Rysstad, G dan R. K. Abrahamsen. 1987. Formation of Volatile Aroma Compounds and Carbondioxyde in Yogurt Starter Grown in Cow’s Milk and Goat Milk. J. Dairy Res. 54:257-266.
Soeparno. 1992. Prinsip Kimia dan Teknologi Susu. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Spitsberg, V. L. 2005. Invited Review : Bovine Milk Fat Globule Membrane as a Potential Nutraceutical. J. Dairy Sci. 88:2289-2294.
Sudarmadji, S., B. Haryono, Suhardi. 1997. Prosedur Analisa Untuk Bahan Makanan Dan Pertanian. Liberty, Yogyakarta.
Winarno, F.G. 1991. Kimia Pangan dan Gizi. PT Gramedia, Jakarta.

Diambil dari :
J. Tropical Animal Production Vol. 31 No. 4, 2006.